
Saat berpisah dengan teman, kita tidak pernah tahu kapan lagi akan bertemu, walau dalam hati tetap tersimpan keinginan semoga kita berjumpa lagi. Namun kita tidak pernah tahu akan seperti apa perjalanan hidup yang akan kita lewati dan berapa jauh kita berjalan.
Hal inilah yang saya alami bersama teman-teman yang pernah tinggal bersama di Panti Asuhan Aisyiyah Payakumbuh lebih dari 40 tahun lalu. Banyak alasan kenapa kami berpisah dan meninggalkan asrama yang telah menampung kami selama beberapa tahun semasa masih sekolah. Ada yang keluar asrama karena jenjang pendidikan mereka sudah mencapai jenjang tertinggi yang berujung jadi sarjana. Ada juga yang hanya sampai tamat SMA, SMP atau cuma tamat SD, malah ada juga yang tidak tamat SD.
40 tahun merantau di Jakarta dengan segala macam suka dukanya, Disaat-saat tertentu saya suka terkenang dengan masa lalu, termasuk teringat teman-teman seasrama dulu. Saya bersyukur, kemajuan tehnologi komunikasi telah mempertemukan kami kembali melalui sosial media, seperti: Facebook dan WhatsApp.
Teman terakhir yang saya temui tanggal 13 Agustus lalu setelah berpisah lebih dari 40 tahun, adalah teman yang masa kebersamaan kami sangat singkat. Karena saat dia masuk asrama tak lama kemudian saya keluar dari asrama di awal tahun 70an. Tapi pertemanan yang singkat itu tidak mengurangi keakraban kami saat saya mengunjungi dia di tokonya di Proyek Senen.
Walaupun akrab dalam obrolan di group WA, tapi bertemu secara langsung meskipun sama-sama sudah puluhan tahun merantau ke Jakarta, baru kali ini sempat terlaksana. Pertemuan ini juga bisa terlaksana setelah teman ini pindah dari Mangga Dua Square ke Proyek Senen.
Sebenarnya semenjak dia membuka toko baru di Proyek Senen beberapa bulan yang lalu, saya sudah ditawari untuk singgah. Tapi walau beberapakali sempat lewat di depan Proyek Senen, saya belum sempat untuk berkunjung, karena waktunya memang mepet. Malah teman-teman lain yang diantaranya ada yang datang dari daerah, sudah duluan berkunjung ke sana.
13 Agustus yang lalu saya ada urusan pekerjaan ke Kalibaru Timur. Saya sengaja berangkat dari kos lebih cepat dari biasanya, karena memang sudah berencana untuk singgah ke tempat teman ini.
Karena sudah mempunyai alamat lengkap dari kartu nama yang dikirim melalui WA, sampai di Proyek Senen saya langsung menuju toko dia di Proyek Senen Blok 3. Namun dalam perjalanan menuju tokonya, sebuah ide muncul di kepala saya, untuk mengetahui apakah dia mengenal saya atau tidak.
Saat sampai di depan tokonya, saya lihat dia sedang melayani dua pelanggan wanita yang kelihatannya seorang ibu dan anaknya. Agar tak mengganggu transaksi mereka, sambil berjalan mengitari tokonya saya melihat-lihat berbagai macam kacamata yang dipajang di etalase. Dia sempat bertanya saya mau mencari apa, yang saya jawab “ingin melihat-lihat saja dulu…”
Karena negosiasi saat dia bertransaksi dengan pembeli agak cukup alot dan lama, saya lalu duduk di salah satu bangku yang tersedia di depan tokonya, sementara dia melayani pembeli, saya standby dengan hp di tangan yang terhubung dengan akun WA dia. Saat online tersebut saya berusaha bersikap biasa, walau sebenarnya saya berusaha menahan diri agar tidak tersenyum apalagi tertawa, karena dia benar-benar tidak mengenal saya, walau di group WA kami telah saling ngobrol bareng atau malah juga chatting berdua.
Setelah melihat transaksi dia dengan pelanggan sudah hampir selesai yang ditandai dengan pembayaran oleh pelanggan, saya lalu mengirim foto selfie, yang saya ambil saat duduk tersebut.

Setelah pelanggan pergi dia lalu mengambil hp dan melihat pesan yang saya kirim di WA.
Melihat pesan berisi foto yang saya kirim tersebut, baru dia tertawa sambil memandang saya dan berjalan mendekat ke tempat saya duduk sambil mengulurkan tangannya, sayapun menyambut uluran tangannya, salaman hangat yang disambung dengan obrolan panjang nostalgia masa lalu saat tinggal di Panti Asuhan Aisyiyah, Payakumbuh.
Yen Wilton, demikian nama sahabat lama ini. Bagi warga Payakumbuh penggemar sepakbola di tahun 60an hingga 70an, pasti mengenal duo Nazar yang sering menjadi wasit dalam setiap pertandingan sepakbola yang diadakan di lapangan Poliko yang berada di belakang kantor Bupati Kabupaten 50 Kota saat itu.
Duo Nazar itu adalah Nazar Chan dan Nazar Chin, dua bersaudara kembar yang keseharian mereka adalah pemilik optik NZ yang berada di tengah kota Payakumbuh itu.
Berbekal ilmu yang didapat dari sang ayah Nazar Chan sebelum meninggal inilah, Yen Wilton merantau, setelah sempat tinggal di Panti Asuhan. Lalu, ketika panggilan hidup dan keinginan untuk mandiri lebih kuat tertanam di hati, maka diapun meninggalkan Panti Asuhan beserta sekolahnya, lalu merantau ke Padang dan bekerja di tempat famili yang juga bergerak dalam bisnis kacamata.
Setelah mempunyai ilmu yang cukup dalam bisnis kacamata, dan merasa Padang sudah terasa sempit bagi dia, Yen Wilton lalu mengepakkan sayapnya dan terbang lebih jauh menuju Jakarta. Setelah hinggap di beberapa tempat di Jakarta, termasuk di Manggadua Square, kini Yen Wilton dengan merek Toko Kacamata Empat Putra, mulai menempati lokasi barunya di Proyek Senen Blok 3 lantai 1, Los CKS 45-46.

Sedang asyik ngobrol, rupanya dia melihat kacamata baca yang saya pakai sudah tidak layak, dia lalu mengambil peralatan buat mengetes kondisi mata saya. Setelah selesai dites, dia lalu memilihkan bingkai kacamata yang cocok sesuai dengan postur wajah saya.
Setelah meninggalkan saya sejenak, kami melanjutkan obrolan yang terputus. Obrolan masa lalu dua anak yatim dengan segala suka dukanya, yang dipadu dengan kisah perjalanan hidup di rantau orang selama puluhan tahun hingga usia mendekati senja.
Saat azan Ashar terdengan memanggil, kami lalu berjalan menuju masjid yang ada di lantai atas Proyek Senen, menunaikan kewajiban yang tak boleh ditawar. Selesai shalat dan kembali ke toko, sebuah kacamata baru dengan lensa progresif hadir di hadapan saya.
Mendekati jam 16:00, saya pamit. Menuntaskan tugas yang tadi tertunda di Kalibaru Timur. Lepaslah beban kerinduan untuk bertemu setelah bepisah selama lebih dari 40 tahun, berikut sebuah hadiah yang sangat berharga untuk menemani aktifitas saya sehari-hari, kacamata dengan lensa Progresif yang membebaskan saya dari buka-pakai kacamata pada situasi yang berbeda, serta untuk melihat yang jauh maupun dekat dengan lensa yang sama.
Terimakasih sahabat, semoga ini bukan pertemuan yang terakhir dalam menjalin tali silaturrahim.

Alhamdulillah..senang ya pak bisa ketemu teman yang juga sudah sebagai saudara. Semoga persaudaraannya terus langgeng ya pak.
Wah, rasanya dunia ini kembali ke masa lalu Hida, semua kenangan saling berhamburan keluar dari pendaman.
Terimakasih telah berkunjung
Salam
Syukron Uda Dian Kelana,pertemuan yang tidak terduga.Semoga kita bisa ketemu lagi dilain waktu.
Terimakasih kembali Adinda. Satu pertemuan yang mengungkap banyak kenangan yang selama ini terpendam yang kalaulah tidak dibatasi waktu tak akan cukup hari sehari untuk mengangkatnya kepermukaan.
Terimakasih sudah berkunjung
Salam