Merantau ke Pekan Baru (10)

Baru saja aku selesai makan, pak sopir naik keatas bus dan memberi tahu penumpang agar turun, karena sebentar lagi bus akan naik pelayangan dan penumpang di persilakan berjalan kaki naik pelayangan dan menunggu di ruang tunggu.

Kami semua turun dari bus, lalu menuju ke pinggir sungai. Aku di tuntun oleh familiku, tanganku dipegangi agar aku tak jauh darinya. Pelayangan yang akan kami naiki saat itu masih belum merapat, tapi sudah semakin dekat ke dermaga dipinggir sungai. Petugas pelayangan meminta kami jangan terlalu dekat ke pinggir sungai, untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan.

Pelayangan semakin dekat ke dermaga, hingga akhirnya benar-benar merapat. Petugas pelayangan segera beraksi. Ada yang memasang papan jembatan untuk kendaraan, juga untuk para penumpang. Ada lagi yang mengikat pelayangan dengan rantai ke tiang besi di pinggir sungai agar tak merenggang dari dermaga. Penumpang turun dipersilakan dulu melewati jembatan yang menghubungkan pelayangan dengan dermaga, bersamaan dengan kendaraan yang mereka tumpangi turun satu-persatu dari pelayangan.

Setelah kendaraan dan para penumpang turun telah habis, barulah kami menaiki pelayangan, melewati jembatan kayu. Sebagian orang laki-laki dewasa, tidak mau menyeberang melewati jembatan kayu. Dengan kakinya yang panjang mereka melangkahi celah antara dermaga dengan pelayangan. Lalu secepatnya mencari bangku kosong di ruang tunggu.

Dengan tangan tetap dipegang oleh familiku, aku menyeberang dari dermaga ke pelayangan. Aku sedikit gamang begitu menginjakkan kaki di atas pelayangan, karena pelayang terasa bergoyang karena didorong gerakan air sungai. Kami juga segera mencari bangku tempat duduk dan mendapatkannya. Aku duduk sambil menyandarkan badanku ke dinding, goyangan pelayangan itu masih terasa.

Disaat aku masih gamang dengan goyangan pelayangan itu, bus yang di depan kami mulai menaiki pelayangan. Bebannya yang berat, membuat pelayangan itu sedikit terangkat di bagian ruang tunggu dan agak terbenam di mana bus itu naik. Aku semakin cemas, dalam pikiranku bagaimana kalau pelayangan ini tenggelam? Aku berpegangan erat-erat ke papan bangku tempat aku duduk. Setelah badan bus itu masuk seluruhnya ke atas pelayangan dan mengambil posisi parkir agak merapat ke ruang tunggu, barulah pelayangan itu kembali keposisi normal. Ketika kendaraan kedua naik yaitu bus Sinar Riau yang kami tumpangi, kembali pelayangan itu bergoyang dan terangkat. Tapi kini goyangannya tidak seperti bus pertama tadi naik. Sehingga aku mulai agak merasa tenang.

Setelah kendaraan terakhir sebuah truk penuh muatan naik, para petugas mulai menurunkan kayu jembatan, begitu juga rantai pengikat pelayanganpun dilepaskan. Pelan-pelan pelayangan bergerak melepaskan diri menjauhi dermaga. Posisinya yang tadi lurus pelan-pelan mulai serong, dengan sudut yang terikat kabel mengarah ke hulu sungai. Setelah posisi pelayangan itu sesuai dengan yang diinginkan, pelan-pelan dia mulai bergerak menjauhi dermaga tempat kami menunggu tadi.

Walau air sungai mengalir cukup deras, pelayangan yang kami naiki bergerak cukup tenang, ini mungkin karena beratnya beban muatan di atasnya. Rasa gamang yang tadi aku rasakan sedikit demi sedikit mulai hilang. Aku lalu melihat ke dermaga dan jalan yang baru saja kami tinggalkan, pemandangan kesana cukup indah, lampu-lampu sitarongkeng para pedagang terlihat indah dari pantulan air sungai. Begitu juga dermaga seberang sungai yang sedang kami tuju, memperlihatkan keindahan yang sama, sehingga pelannya laju pelayangan ini tidak membuat aku bosan menunggu hingga sampai ke seberang.

Keasyikanku melihat pemandangan di sekitar sungai yang memantulkan kelap kelip lampu penerangan di atasnya, rupanya harus diakhiri. Tanpa kusadari pelayangan yang kami tumpangi hampir merapat ke dermaga, aku dan familiku bersiap meninggalkan pelayangan, begitu juga penumpang yang lain.

Setelah pelayangan benar-benar merapat dan para petugas telah memasang jembatan kayu untuk menyeberang ke dermaga, juga pelayangan telah ditambatkan. Kami mulai bergerak keluar turun dari pelayangan. Kami kembali bertemu dengan jalan yang becek dan aspal yang mulai pecah-pecah.

Bus yang di depan kami telah turun dan mencari tempat berhenti untuk menunggu penumpangnya naik. Begitu juga bus Sinar Riau yang kami tumpangi, juga telah turun dari pelayangan disusul truk barang.

Semua penumpang Sinar Riau kembali menaiki bus, dan duduk di tempatnya masing-masing. Setelah semuanya lengkap, bus melanjutkan perjalanannya menuju Pekanbaru. Sopir satu kembali mengemudikan bus yang kami tumpangi.

 

Bersambung

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.