Perlunya mengambil beberapa jepretan dalam satu moment terlihat disni.
Dua foto di bawah memperlihatkan pengantin bergantian mengedipkan matanya.
Untung saya mendapatkan satu foto yang normal dan layak ditampilkan
.
Di zaman fotografi masih memakai film, banyak diantara fotografer yang yang terpaku kaku pada perjanjian dengan pemakai jasa.
Misalnya, pemakai jasa minta bantuan pemotretan pengantin. Karena anggaran yang pas-pasan, fihak pemakai jasa hanya mengambil paket termurah dari paket yang ditawarkan sang fotografer. Misalnya paket satu album dengan patokan pemakaian bahan baku 3 rol film.
Pada hari H datanglah si fotografer ke tempat acara berdasarkan undangan yang sudah disebar, yaitu rumah keluarga salah satu pengantin. Berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati, sang fotografer hanya membawa film sesuai kebutuhan, 3 rol tak lebih.
Setelah acara berlangsung hingga tuntas, si fotograferpun pulang membawa hasil pemotretan yang sesuai dengan kesepakatan itu.
Setelah beberapa hari kemudian album selesai, lalu diantarkan kepada pemakai jasa. Setelah pengantin dan keluarganya melihat foto-foto yang ada dialbum itu barulah keluar komentar. Kok fotonya banyak yang merem, kok foto si ini tidak ada, si itu juga tidak ada dan komentar lainnya yang bernada kekecewaan.
Si fotograferpun lalu memberikan penjelasan mengenai perjanjian awal yang disepakati, serta menyampaikan bahwa untuk pemotretan yang lengkap, paket sederhana itu memang tidak akan sanggup menangkap semua momen yang ada.
Lalu bagaimana saya menyikapi hal seperti itu?
Prinsip fotografi saya adalah, setiap moment adalah sejarah!. Setiap sejarah tak akan terulang, kalaupun dia terulang, dia tidak akan pernah sama dengan sejarah masa lalu.
Makanya disetiap acara yang saya tangani pendokumentasiannya, saya tidak pernah membawa bahan baku film pas-pasan sesuai perjanjian. Saya selalu membawa lebih, paling kurang satu rol film, malahan bisa juga dua atau tiga rol diatas kebutuhan pemakaian saya dalam mengabadikan moment yang bersejarah itu. Saya tidak mau kehilangan moment hanya karena saya harus membatasi diri sesuai dengan kontrak yang sudah ditanda tangani. Saya tidak mau kehilangan sejarah! Walau mungkin sejarah itu bagi saya pribadi mungkin tidak ada artinya. Tapi tidak dengan sang pemilik dan pelaku sejarah itu sendiri.
Mungkin dengan berbuat begitu akan mengurangi keuntungan finansial yang saya peroleh. Tapi melihat mata berbinar sebagai tanda kepuasan pelanggan, rasanya juga sudah merupakan kepuasan batin bagi saya sendiri.