Kehebohan Seputar Mengurusi Sekolah Gratis di Jakarta

Suasana di sebuah studio foto di Petamburan, Jakarta Barat.
Suasana di sebuah studio foto di Petamburan, Jakarta Barat.

“Sekolah sekarang ribet…!” kata seorang ibu yang tengah mencetak foto di sebuah foto studio di Petamburan, Jakarta Barat.

“Iye, harus pakai foto rumah segale, kamar tidur, kamar mandi, dapur…” Timpal perempuan lain yang berdiri di sampingnya, sambil mengirim foto lewat bluetooth ke komputer studio foto.

“Iye, ye…! Padahal dulu cuman pake surat keterangan dari RT/RW sama kelurahan doang…!” timpal yang lain lagi.

“Itu kan gara-gara orang kaya juga daftarin anaknya belagak miskin, biar dapet tuh duit kajepe…” kata seorang bapak yang dari tadi cuma ngaminin omongan ibu-ibu itu. “padahal anaknya sekolah dianterin pake mobil…” sambung bapak itu lagi.

“Iye tuh, tetangge gue habis dapet duitnye langsung beli hape baru, bukannya beliin perlengkapan buat sekolah anaknye…!

***

Demikianlah sekelumit kehebohan yang terdengar saat pas beberapa hari masuk sekolah setelah libur tengah semester kemarin.

Seperti yang terdengar di cilotehan para orang tua yang tengah mengurus subsidi pemerintah DKI untuk para pelajar di Jakarta dalam bentuk KJP, nampaknya pemerintah sekarang memang lebih selektif dan lebih ketat dalam menyalurkan uang yang berasal dari pajak rakyat itu. Bila pada awal KJP ini disosialisasikan persyaratannya lebih mudah hanya berbekal surat keterangan RT/RW yang kemudian diperkuat oleh kelurahan. Maka kini persyaratan itu lebih ketat, karena banyaknya terjadi penyalahgunaan KJP tersebut, sehing tidak mencapai sasarannya.

Seperti yang banyak terungkap ke permukaan, penyalahgunaan bantuan itu berupa tidak tepat sasarannya bantuan, dimana sikaya juga dapat memanfaatkannya dan berlagak miskin, lalu menyerahkan surat keterangan miskin itu kepada pihak sekolah. Pihak sekolahpun walaupun tahu bahwa mereka tidak layak untuk menerima bantuan KJP tersebut, namun karena merasa sungkan untuk menolaknya akhirnya meloloskan juga ke tingkat yang lebih tinggi.

Penyalahgunaan lainnya yaitu, setelah uang subsidi KJP diterima oleh si orang tua, mereka tidak membelanjakannya untuk kebutuhan sekolah sianak, tapi malah membeli barang-barang lain yang tidak ada hubungannya dengan tujuan pemberian subsidi tersebut, seperti untuk membeli HP atau peralatan elektronik lainnya atau pakaian yang tidak ada hubungannya dengan sekolah si anak.

Sekarang penyaluran subsidi KJP tersebut berjalan lebih ketat, agar pemerintah DKI Jakarta tidak kecolongan lagi oleh ulah mereka yang tidak berhak dan tidak bertanggung jawab tersebut. Prosedurnya kini lebih ketat, diantaranya orang tua si anak harus menyerahkan beberapa lembar foto rumah mereka luar dalam, seperti kamar tidur, kamar mandi dan dapur serta ruangan keluarga dan tampak depan rumah mereka. Tidak hanya sampai disitu, pihak pemda juga mengirimkan aparatnya untuk mengecek kebenaran alamat dan tempat tinggal berdasarkan foto yang diserahkan melalui pihak sekolah. Sehingga mereka yang menerima subsidi tersebut benar-benar diyakini berhak untuk mendapatkannya. Mereka yang kaya yang tadinya ikut kebagian, kini harus gigit jari dan tahu diri dan menyadari kesalahan yang pernah mereka lakukan dulu.

Subsidi yang dibagikan oleh pemda DKI sekarang juga tidak lagi dalam berbentuk uang kontan, melainkan berupa kartu ATM yang hanya bisa dibelanjakan di toko-toko pengadaan perlengkapan sekolah yang sudah ditunjuk oleh pihak pemda, seperti toko pakaian seragam sekolah, toko sepatu atau toko buku serta alat-alat tulis, sehingga meminimalisir kemungkinan penyalahgunaan subsidi dari pemda DKI Jakarta ini oleh orangtua murid. Mungkin juga ini sebabnya orangtua murid yang tengah mengurus subsidi KJP ini berkomentar seperti diatas, bahwa mengurus KJP ini ribet. Ribet karena aturannya ketat, ribet karena si orang tua tidak bisa lagi menikmati subsidi tersebut untuk keperluan pribadinya. Wallahualam…

 

Join the Conversation

6 Comments

  1. Benar Ophi Ziadah, makanya Pemda DKI benar-benar tidak mau kecolongan lagi oleh ulah orang tua yang ingin ikut menikmati hak anaknya serta keluarga yang tidak mampu, sehingga subsidi ini tepat sasaran.

  2. K. Ginting:
    Ribet karena aturannya diperketat dan prosesnya lebih panjang sehingga yang dapat itu benar-benar mereka yang membutuhkan. Mereka merasa ribet karena orang tua tidak dapat lagi ikut menikmati subsidi yang diperuntukkan bagi anak-anak mereka. Jadi yang mereka rasakan cuma dapat ribet dan capeknya saja hehehe…

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.